Rabu, 08 Februari 2012


PEMBAHASAN 
A.      Pengertian Asuransi
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
  1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
  2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
  3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
  4. Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
  1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
  2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
  3. Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
  4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
  5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
  6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
  7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha
Contohnya, seorang pasangan membeli rumah seharga Rp. 100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa mereka kepada kehancuran finansial, mereka mengambil perlindungan asuransi dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan asuransi.
B.       Sejarah Asuransi
Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar. Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.
Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik. Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang. Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami “Rig Veda” yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang “Yoga Kshema” yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.
Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini disebut “RESPONDENT/A CONTRACT”.
C.       Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :

  1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
  2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris
D.      Asuransi Zaman Kemerdekaan
Setelah Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris.
Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang disebut “Bataviasche Verzekerings Unie” (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan, masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini dilakukan mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang sekali.
Pada tahun 1950 berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV. Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis.
Dengan berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian. Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri.
Pada tahun 1953 berdiri pula perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni “PT. REASURANSI .UMUM INDONESIA” yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah.
Lembaga yang tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan reasuransi nasional. Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini memberikan hasil yang diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa.
Pada saat PT. Reasuransi Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing.
Pada waktu perjuangan mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan Inggris dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
E.       Asuransi Syari’ah
Sesuai dengan namanya “ Asuransi Syari’ah”, maka jelas bahwa asuransi berbasis syari’ah (menganut prinsip-prinsip syari’ah) dalam penerapan dan sistem kerjanya. Ada beberapa perbedaan mendasar yang membedakan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional, antara lain :
a.       Akad (perjanjian) pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli.
b.      Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
c.       Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
d.      Asuransi syariah tidak mengenal dana hangus dalam mekanismenya. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukkan dapat diambil kembali. Kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru (sumbangan/derma). Sedangkan asuransi konvensional menerapkan kebijakan dana hangus bagi mereka yang tidak                    mampu       melanjutkan pembayaran            premi.
e.       Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
f.       Pada asuransi syariah, pembagian keuntungan dibagi berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) antara perusahaan dengan peserta asuransi, sesuai dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan
g.      Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi pengelolaan dana investasi dan produk yang dipasarkan. Sedangkan pada asuransi konvensional tidak ditemukan Dewan Pengawas Syariah. namun setara dengan dewan komisaris    dalam  sebuah struktur            oraganisasi         perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar