Rabu, 08 Februari 2012


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGOLONGAN BANK
  1. BANK SENTRAL/BANK INDONESIA
            Bank Indonesia pertama kali diatur oleh UU No. 11 Tahun 1953 tentang UU Pokok Bank Indonesia, yang kemudian digantikan oleh Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dalam undang-undang tersebut, Bank Sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia, dimiliki oleh Negara dan merupakan badan hukum. Bank Indonesia menurut UU No. 13 Tahun 1968 mempunyai tugas pokok membantu pemerintah dalam :
a.       Mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah;
b.      Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
            Bank Indonesia menjalankan tugas pokok tersebut berdasarkan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dan dibantu Dewan Moneter, yang terdiri dari menteri-menteri yang membidangi keuangan dan perekonomian serta Gubernur Bank Indonesia.
            Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi. Beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU tersebut ternyata belum cukup menjamin terselenggaranya bank sentral yang independent. Padahal, keberadaan bank sentral yang independent di Indonesia merupakan persyaratan bagi pengendalian moneter yang efektif dan efisien. Penempatan kedudukan Bank Indonesia sebagai pembantu pemerintah serta ketidakjelasan tujuan Bank Indonesia menyebabkan peran Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menjadi tidak jelas, akhirnya tanggung jawab atas kebijakan yang diambil pun menjadi tidak jelas. Disamping itu, penempatan kedudukan tersebut membuka peluang intervensi pihak luar sehingga menyebabkan Bank Indonesia menjadi tidak independent.
            Berkaitan dengan hal tersebut, dirasakan perlunya UU tentang Bank Sentral yang dapat memberikan landasan hukum kuat bagi terselenggaranya tugas Bank sentral secara efektif. Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang diundangkan pada tanggal 17 Mei 1999 diharapkan dapat menjadi landasan kokoh bagi terselenggaranya bank sentral yang efektif dan independent. Dalam undang-undang tersebut terdapat beberapa perubahan fundamental, antara lain ditetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia, independensi bank Indonesia baik dari segi kelembagaan, fungsi, personalia, pimpinan, maupun anggaran.

1.  Status Bank Indonesia
a.   Lembaga Negara yang Independen
            Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan bahwa Bank Sentral Republik Indonesia adalah Bank Indonesia, suatu lembaga negara yang independent, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini (pasal 4). Sebagai lembaga independent Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya,dan untuk menjamin independensi tersebut, kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah Republik Indonesia.
            Sesuai dengan status independent, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya (Pasal 9).

c.       Bank Indonesia sebagai Badan Hukum
            Pasal 4 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 merupakan dasar hukum Bank Indonesia sebagai Badan Hukum. Pengertian badan hukum disini meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berwewenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam dan di luar pengadilan.
            Penegasan Bank Indonesia sebagai badan hukum ini diperlukan agar terdapat  kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

d.      Kedudukan Bank Indonesia dalam Struktur Ketatanegaraan RI
            Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai kedudukan yang khusus dalam struktur ketatanegaraan RI. Sebagai lembaga negara, kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan DPR, MA, BPK, atau Presiden yang merupakan Lembaga Tinggi Negara. Kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintah. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia mempunyai hubungan kerja dengan DPR, BPK, serta Pemerintah.

2.   Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
a.   Tujuan Bank Indonesia
            Berbeda dengan Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang tidak mencantumkan secara tegas mengenai tugas Bank Indonesia, dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999, dinyatakan secara tegas bahwa tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Tugas ini merupakan single objective atau tujuan tunggal.kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dan perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

b.   Tugas Bank Indonesia
            Dalam rangka mencapai tujuannya, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 8 Undang-undang No. 23 Tahun 1999, tugas tersebut terbagi dalam 3 pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia, yaitu :
1)      Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam Pasal 10 Undang-undang No. 23 Tahun 1999, ditegaskan bahwa dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya, serta melakukan pengendalian moneter dengan mempergunakan berbagai cara, antara lain :
a.      Operasi pasar terbuka di pasar uang (baik rupiah maupun valuta asing)
b.      Penetapan tingkat diskonto
c.       Penetapan cadangan wajib minimum
d.      Pengaturan kredit atau pembiayaan

2)      Tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwewenang melaksanakan dan memberikan persetujuan atau izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laboran kegiatannya, serta menetapkan penggunaan alat pembayaran. Yakni :
a)      Pengaturan dan penyelengaraan kliring serta penyelesaian akhir transaksi.
b)      Mengeluarkan dan mengedarkan uang.

3)      Tugas mengatur dan mengawasi bank
Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999 menyatakan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia ádalah pengaturan dan pengawasan bank. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank (Pasal 24).
      Berkaitan dengan kewenangannya, Bank Indonesia dapat :
1.      Memberikan dan mencabut izin usaha bank.
2.      Memberikan izin pembukaan, penutupan, pemindahan kantor bank.
3.      Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
4.      Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu (Pasal 26).

  1.  BANK UMUM
            Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, di mana dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana halnya fungsi dan tugas perbankan Indonesia, bank umum juga merupakan agent of development yang bertujuan meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
            Dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugasnya, bank umum dapat melakukan kegiatan usaha pokok berikut.
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito bejangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.      Memberikan kredit.
3.      Menerbitkan surat pengakuan utang.
4.      Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :
a.       Surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
b.      Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
c.       Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
d.      Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
e.       Obligasi;
f.       Surat dagangan berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
g.      Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
5.      Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
6.      Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lain.
7.      Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan antar pihak ketiga.
8.      Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga (save deposit box).
9.      Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (costodion-ship).
10.  Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11.  Membeli melalui pelelangan agunan, baik semua maupun sebagian dalam hal debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
12.  Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
13.  Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
14.  Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
            Selain usaha-usaha pokok tersebut di atas, bank umum dapat pula melakukan kegiatan tambahan berikut :
a.       Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
b.      Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
c.       Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
d.      Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun dengan memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
            Selain usaha yang diizinkan, terdapat usaha-usaha yang dilarang bagi bank umum, antara lain usaha perasuransian.
            Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa perseroan terbatas, koperasi, atau perusahaan daerah, dan hanya dapat didirikan seizin Direksi Bank Indonesia.
            Untuk memperoleh izin usaha tersebut, wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
-          Susunan organisasi dan kepengurusan;
-          Permodalan;
-          Kepemilikan;
-          Keahlian di bidang perbankan dan;
-          Kelayakan rencana kerja.
Pendirian bank umum dapat dilakukan oleh :
1.      Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
2.      WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
            Sesuai dengan SK Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum dikatakan bahwa modal sektor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar tiga triliun rupiah.
            Dinyatakan juga bahwa dalam upaya membantu kelancaran operacional, bank umum dapat membuka kantor mabang, baik dalam negeri maupun di luar negeri setelah mendapat izin dari Direksi Bank Indonesia.


  1. BANK PERKREDITAN RAKYAT
            Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Bank Perkreditan Rakyat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pada mulanya tugas pokok BPR diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernizáis ekonomi pedesaan serta mengurangi praktek-praktek ijon dan para pelepas uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas BPR tidak hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan, tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di daerah perkotaan.
            Untuk mewujudkan tugas pokok tersebut, BPR dapat melakukan usaha berikut :
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.      Memberikan kredit.
3.      Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
4.      Menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
            Sedangkan usaha-usaha yang dilarang bagi BPR meliputi :
a.       Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran (LLP);
b.      Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali melakukan transaksi/jual beli uang kertas asing (money changer);
c.       Melakukan penyertaan modal;
d.      Melakukan usaha perasuransian;
e.       Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas.
            Untuk memperoleh izin usaha tersebut, wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang susunan organizáis dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja.
            Pendirian bank perkreditan rakyat dapat dilakukan oleh :
1.      Warga Negara Indonesia.
2.      Badan hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh WNI.
3.      Pemerintah Daerah; dan
4.      Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka (1), (2) dan (3).
            Sesuai dengan SK Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat dikatakan bahwa modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar :
1.      Dua miliar rupiah untuk BPR yang didirikan di DKI Jakarta, dan Kabupaten/Kota madya Tangerang, Bogor, Bekasi dan Karawang.
2.      Satu miliar rupiah untuk BPR yang didirikan di wilayah Ibu Kota Provinsi di luar wilayah yang disebutkan pada point pertama.
3.      Lima ratus juta rupiah untuk BPR yang didirikan di luar wilayah yang disebut dalam point pertama dan kedua.
            Dinyatakan juga bahwa dalam upaya membantu kelancaran operasional, bank umum dapat membuka kantor mabang hanya dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusatnya seizin Direksi Bank Indonesia.


  1. BANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
            Bank berdasarkan Prinsip Syariah (BPS) adalah Bank Umum Syariah (BUS) atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, atau dengan kata lain yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Islam (Al-Qur’an dan Hadis). Dalam tata cara tersebut dijauhi prakek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dari pembiayaan perdagangan.
            Bank berdasarkan prinsip syariah diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, dengan latar belakang adanya suatu keyakinan dalam agama Islam yang merupakan suatu alternatif atas perbankan dengan kekhususannya pada prinsip syariah.
            Prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Kegiatan usaha dengan prinsip syariah, antara lain :
1.      Wadiah (titipan)
2.      Mudharabah (bagi hasil)
3.      Musyarakah (penyertaan)
4.      Ijarah (sewa  beli)
5.      Salam (pembiayaan di muka)
6.      Istishna (pembiayaan bertahap)
7.      Hiwalah (anjak piutang)
8.      Kafalah (garansi bank)
9.      Rahn (gadai)
10.  Sharf (transaksi valuta asing)
11.  Wardh (pinjaman talangan)
12.  Wardhul Hasan (pinjaman social)
13.  Ujrah (fee).
            Prinsip-prinsip syariah itu dimanifestasikan dalam kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana.
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan meliputi :
1)      Giro berdasarkan prinsip wadiah (hanya untuk BUS);
2)      Taungan berdasarkan prinsip wadhiah atau mudharabah;
3)      Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;
4)      Bentuk lain berdasarkan prinsip wadhiah atau mudharabah.
2.      Melakukan penyaluran dana melalui :
1)      Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istisna, ijarah, salam, dan jual beli lainnya;
2)      Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil lainnya;
3)      Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, Rahn, dan qardh.

Selain kegiatan di atas, untuk Bank Umum Syariah (BUS) kegiatannya dilengkapi dengan hal-hal berikut :
1.      Membeli, mensual dan/atau menjamin resiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang dierbitkan atas dasar transaksi nyata (Under transaction) berdasarkan prinsip jual beli dan hiwalah.
2.      Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah.
3.      Memindahkan uang atau kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip wakalah.
4.      Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau Antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah.
5.      Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah.
6.      melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.
7.      Melakukan penempatan dari nasabah ke nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efik berdasarkan prinsip ujrah.
8.      Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip wakalah, muraba, mudharabah, musyarakah, wadhi’ah dan memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip kafalah.
9.      Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujrah.
10.  Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.
11.  Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional serta tidak bertentangan dengan UU dan ketentuan lain yang berlaku. Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah.


  1. BANK DEVISA
            Bank Devisa adalah bank umum, baik bersifat konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah yang dapat memberikan pelayanan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri. Bank Devisa harus memperoleh izin dari bank sentral (Bank Indonesia) untuk dapat melakukan usaha perbankan dalam valuta asing, baik transaksi ekspor-impor maupun jasa-jasa valuta asing lainnya.
            Tugas dan usaha dari bank devisa antara lain :
1.      melayani lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri;
2.      melayani pembukaan dan pembayaran L/C;
3.      melakukan jual beli valuta asing (valas);
4.      mengirim dan menerima transfer dan inkaso valas;
5.      membuka atau membayar Traveller Cheque (TC);
6.      menerima tabungan valas.

            Tugas dan usahanya ini dapat dilakukan jika bank devisa tersebut mempunyai bank corresponden (Correspondency Relationship) di negara yang bersangkutan.
                        Bank Koresponden adalah bank devisa yang ditunjukkan oleh bank responden untuk mewakili dan melaksanakan tugas-tugasnya di negara bersangkutan. Bank koresponden ini dibedakan atas Depository Correspondent Bank dan Non Depository Correspondent Bank  adalah jika responden (remitting) bank membuka Rekening Giro pada bank koresponden bersangkutan. Bank pengirim (Remiting Bank) dapat menyalurkan transaksi lalu lintas pembayaran melalui Depository Correspondent Bank atas beban rekening bank pengirim (Rekening NOSTRO), Rekening NOSTRO adalah Rekening Giro suatu responden (remiting) bank pada bank koresponden, biasanya di Bank Sentral pada ibu kota negara asing bersangkutan. Sedangkan Rekening VOSTRO adalah Rekening Giro bank devisa luar negeri yang ada di bank devisa dalam negeri, biasanya di Bank Sentral atau Bank Indonesia Pusat Jakarta.
            Non Depository Correspondent Bank adalah jika responden bank tidak membuka Rekening Giro pada bank koresponden itu.
DAFTAR PUSTAKA

Simurangkir, O.P.1979.Dasar-Dasar dan Mekanisme Perbankan. Jakarta: Yagrat
Hasibuan, Melayu S.P.1990.Ekonomi Pembangunan dan Perekonomian Indonesia, Edisi Revisi. Bandung:Armico
Siddiqi, Muhammed Nejatullah.1984.Bank Islam.Bandung:Pustaka
Anwari, Achmad.1982.Seri Mengenal Bank.Jakarta: Balai Askara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar