AKUNTANSI
SYARIAH QARD AL-HASAN
DAN ZIS (ZAKAT
INFAQ SHADAQAH)
Ajaran islam mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada
setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap
orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha dan resiko. Namun
perbedan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang
kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai
dengan syariah islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja
karunia dari allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan sesuatu amanah.
Oleh karena itu tidak ada alas an untuk mengkonsentrasikan sumber-sumber daya
di tangan segelintir orang.
Kurangnya program-program efektif untuk mereduksi kesenjangan sosial
yang terjadi selama I in dapat mengakibatkan kehancuran, bukan penguatan
perasaan persaudaraan yang hendak diciptakan ajaran islam. Syariah islam sangat
menekankan adanya suatu distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata
sebagaimana yang tercantum dalam surah al hasyr ayat 7, yakni “ kekayaan itu
tidak beredar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu saja.”
Distribusi kekayaan dan pendapatan ajaran merata bukan berarti sama
rata sebagaimana faham komunisme, tetapi ajaran islam mewajibkan setiap
individu untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sangat melarang seseorang
menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya.
Dalam literature ekonomi syariah, terdapat berbagai macam bentuk
transakis kerjasama usaha, baik, yang bersifat komersial maupun sosial, salah
satu berbentuk “qardh”. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali tanpa mengharapkan imbalan atau dengan kata
lain merupakan sebuah transaksi pinjam meminjam tanpa syarat tambahan pada saat
pengembalian pinjaman. Dalam literature fiqh klasik , qardh dikategorikan dalam
aqad tathawwui atau akad tolong menolong
dan bukan transaksi komersial.
Landasan syariah transaksi qardh adalah :
1.
Al
qur’an surah al hadid 11 :
“Siapakah
yang mau meminjamkan kepada allah pinjaman yang baik, maka allah akan
melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak”
Landasan dalil dalam ayat di atas
adalah kita diseur untuk” meminjamkan kepada allah”, yang artinya adalah kita
diseur untuk membelanjakan harta di jalan allah. Selaras dengan itu, kita juga
diseru untuk”meminjamkan kepada sesame manusia”sebagai bagian dari kehidupan
bermasyarakat.
2.
Al
hadist ibnu mas’ud meriwayatkan bahwa : rasulullah saw bekata : “bukan seorang
muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya
adalah (senilai) shadaqah”.
Anas bina malik berkata, bahwa rasulullah saw berkata : “ aku
melihat pada waktu malam di-isra’-kan, pada pintu surge tertulis : shadaqah
dibalas 10 kali lipat dan qardh 18 kali. Aku bertanya : ‘wahai jibril mengapa
qardh lebih utama dari shadaqah?’ ia menjawab : ‘karena peminta-minta sesuatu
dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena
keperluan,”
3.
Ijma.
Para ulama sepakat bahwa qardh boleh dilakukan, atas dasar bahwa tabiat manusia
tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya, tidak ada seorangpun
yang memiliki segala sesuatu dibutuhkannya. Oleh karena itu, pinjam meminjam
sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia, dan islam adalah agama yang
sangat memperhatikan segenap kebutuhan ummatnya.
Akad qardh dapat diterapkan untuk membantu ummat dalam
mengembangkan usahanya, sehingga dapat terbentuk sebuah semangat wirausahaa
dalam sektrol industry kecil – mikro, yang pada akhirnya akan memacu percepatan
ekonomi kerakyatan berbasiskan syariah.
Qardh sebagai pembiayan (permodalan) bagi usaha kecil-mikro dikenal
dengan istilah qardh al hasan. Sifat qardh tidak memberikan keuntungan
financial bagi pihak yang meminjamkan. Dana qardh al hasan dapat bersumber dari
dana Zakat, Infaq dan Shadah (ZIS).
Qardh menghasilkan manfaat diharamkan jika disyaratkan, misalnya
seseorang meminjamkan sejumlah kepada koleganya dengan syarat ia dinikahkan
dengan anaknya. Larangan ini sesuai dengan hadist rasulullah saw yang melarang
mereka yang melakukan qardh dengan mesyaratkan manfaat. Jika peminjam yang
memberikan manfaat tambahan tanpa diminta atau disyaratkan, maka hal itu
diangga sebagai hadiah.
Transaksi hal itu dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat
yang telah ditentukan.
1)
Peminjam
(muqtarid)
2)
Pemberi
(muqrid)
3)
Dana
(qardh)
4)
Serah
terima (ijab qabul)
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi adalah :
1)
Dana
yang digunakan ada manfaatnya;
2)
Ada
kesepakatan diantaranya kedua belah pihak
Salah
satu cara yang dituntut oleh ajaran islam kewajiban kolektif dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat yang tidak mampu karena kekurangannya adalah “lembaga
zakat” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari rukun islam. Secara tekni,
zakat adalah kewajiban financial seorang muslim untuk membayar sebagian
kekayaan bersihnya atau hasil usaha-usahanya jika kekayaan tersebut telah
melebihi nishab (kadar tertentu yang telah ditetapkan).
Salah
satu cara yang dituntuk oleh ajaran islam atas kewajiban kolektif dalam
memenuhi kebutuhan masyrakat yang tidak mampu karena kekurangannya adalah
“lembaga zakat” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari rukun islam.
Secara teknik, zakat adalah kewajiban financial seorang muslim untuk membayar
sebagian kekayaan bersihnya atau hasil usaha-usahanay jika kekayaan tersebut
telah melebihi nishab (kadar tertentu yang telah ditetapkan).
Zakat
merupakan komitmen seorang muslim dalam bidan g sosio-ekonomi yang tidak
terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus
meletakkan beban pada kas Negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem
sosialisme dan Negara kesejahteraan modern.
Pembayaran
zakat orang-orng kaya bukan merupakan suatu bentuk pemihakan kepada si miskin,
sebab sikaya bukanlah pemilik absolute dari kekayaan tersebut, tetapi mereka
hanya sebagai pembawa amanah atas kekayaan
tersebut. Setiap muslim yang sadar akan agama yang dipeluknya,
tentu selalu bersedia membayar zakat,
jika ia bertindak secara rasional untuk menjamin kehidupan jangka pendek dan
jangka panjanga serta mencari keridhian allah dalam kekayaannya di dunia dan
akhirat.
Namun
yang terjadi di Indonesia pada umumnya, zakat yang diterima oleh badan amil
zakat tidak signifikan dengan jumlah penduduk muslim yang ada, sebab masyratkat
condong menyalurkan zakat serta infaq dan shadaqah (ZIS) secara langsung kepada
orang yang menurut mereka berhak menerimanya, sehingga tujuan dari zakat, infaq
dan shadaqah sebagai dana sumbangan yang sifatnya temporer. Hal ini terjadi,
bukan hanya disebaban oleh rendahnya pengetahuan agama masyarakat itu sendiri,
tetapi juga rendahnya kepercayaan masyrakat untuk menyalurkan zakat, infaq dan
shadaqah melalui badan amil zakat.
Sekiranya
pendidikan yang benar tentang nilai-nilai syariah islam dan penciptaan sebuah
lngkungna sosial yang kondusif pada praktek ajaran islam dapat diusahakan
dengan baik, maka mayoritas muslimin, tentunya, tidak akan menghindar membayar
zakat dan akan bekerjasama sepenuhnya dengan pemerintah dalam mendeteksi mereka
yang bersedia membayar zakat.
Penciptaan
lingkungna yang kondusif tersebut perlu digalang dengan kerjasama antara pihak
pemerintah, ulama, cendekia, akademisi, pengusaha, assosiasi, pengusaha,
perbankan, media masa, LSM dan pihak lain yang menginginkan kemajuan
sosio-ekonomi yang positif, sehingga terbentuk sebuah jaringan sosio-ekonomi
yang diciptakan dengan konsep yang matang dan dikelola secara professional,
effektif dan efisien.
Pembagian
dana zakat, termasuk dana infaq dan shadaqah (ZIS) harus memberikan prefensi
yang memungkinkan si miskin untuk dapat berdikari, karena merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menghidupi dirinya sendiri. Dengan
demikian zakat dapat menjadi suplemen pendapatan permanen hanya bagi mereka
yang tidak dapat menghidupi dirinya sendiri secara mencukupi lewat usahanya
sendiri. Bagi yang lain, zakat harus dipergunakan hanya untuk bantuan
keringanan temporere di samping sumber-sumber daya esensial untuk memeperoleh
pelatihan, peralatan, dan materiil sehingga memungkinkan mereka mendapatkan
penghasilan yang mencukupi. Penggunaan dana zakat, infaq, shadaqah secara
professional, maluli skim qardh al hasan akan memungkinkan si miskin berdikari
dalam sebuah lingkungan sosio-ekonomi yang menggalakan industry kecil dan
mikro, dan akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Dengan
demikian, kelebihan pemanfaatan dana yang bersumber dari zakat, infaq, dan
shadaqah (ZIS) sebagai produk qardh al hasan antara lain adalah :
1)
Transaksi
qardh bersifat mendidik, dan peminjam (muqtarid) wajib mengembalikan, sehingga
dana tersebut terus bergulir dan semakin bertambah, dan diharapkan peminjam
nantinya juga dapat mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya
sendiri
2)
Dana
zis sebab dana sosial, akan selalu dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam
berikutnya
3)
Adanya
misi sosial kemasyarakatan melalui produk qardh al hasan, akan meningkatkan
citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi syariah serta kesadaran masyarakat
untuk membayarkan zakatnya melalui lembaga yang dipercayainya, sehingga dana
tersebut tidak hanya menjadi sekedar dana bantuan yang sifatnya sementara dan
habis guna kebutuhan konsumtif semata
4)
Percepatan
pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan syariah islam dapat diwujudkan
menjadi sebuah kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar